Gunakan Akal Sehat Sebelum Memboikot Produk — Produk Perusahaan atau Negara Asing

Roby Widjaja
8 min readNov 4, 2020

Ekonomi global dan perdagangan internasional antar negara di dunia sudah terjadi sejak peradaban umat manusia berhasil menciptakan kapal laut yang bisa dipakai berlayar antar benua. Sejak saat itu, ekonomi semua negara di dunia saling terkait satu sama lain.

Photo by frank mckenna on Unsplash

Baca juga:

Ramai Seruan Boikot, Produk Prancis di Indonesia Apa Saja?

Seruan boikot produk Prancis muncul di Indonesia, pengamat ekonomi: dampaknya ‘tidak signifikan’

Ramai Boikot, Ini Daftar Produk Prancis di Indonesia, Peluru sampai Fashion

Saya menulis artikel ini bukan karena saya membela negara Prancis atau Presiden Prancis. Saya tidak mendapatkan keuntungan finansial dan non-finansial dari negara Prancis atau Presiden Prancis dengan menulis artikel ini. Artikel ini saya tulis karena sesuai dengan aliran sastra saya. Saya ingin membebaskan pikiran beberapa persen orang Indonesia dari belenggu — belenggu tertentu yang membuat mereka menyukai dan mendukung gerakan — gerakan memboikot produk — produk perusahaan atau negara asing.

Munculnya gerakan memboikot produk — produk perusahaan atau negara asing seperti ini bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Beberapa tahun sebelumnya, juga ada gerakan memboikot produk — produk perusahaan atau negara Cina, yang dilakukan sebagai bentuk pembelaan mereka untuk umat Islam di Xinjiang, Cina. Mundur beberapa tahun sebelumnya lagi sebelum gerakan memboikot produk — produk Cina, juga ada gerakan memboikot produk — produk Amerika Serikat, Israel, dan para negara sekutunya, yang dilakukan untuk membela umat Islam di Palestina.

Bagi saya pribadi, hobi memboikot produk — produk dari perusahaan atau negara asing seperti ini adalah hobi yang sangat buruk untuk dilakukan. Hobi seperti ini tidak hanya buruk bagi para pendukung gerakan boikot saja tetapi juga buruk bagi seluruh bangsa Indonesia sendiri, terutama buruk untuk ekonomi nasional Indonesia.

Masih banyak hobi lain yang positif dan bermanfaat untuk dilakukan. Sebagai contoh, hobi menyanyi. Kalau seseorang terus berlatih menyanyi secara konsisten, tidak menutup kemungkinan ia bisa menjadi seorang penyanyi papan atas nasional di Indonesia atau bahkan menjadi penyanyi kelas internasional seperti AgnezMo misalnya. Contoh lain, hobi melakukan cabang olah raga tertentu. Kalau hobi olah raga ini dilakukan secara konsisten, seseorang bisa saja menjadi atlet nasional profesional bahkan menjadi pemenang di olimpiade internasional.

Mari kita menggunakan akal sehat dan logika berpikir yang jernih. Apakah gerakan memboikot produk — produk perusahaan atau negara asing itu masuk akal dan sehat untuk dilakukan suatu negara ?

Mari Kita Lihat Sejarah Peradaban Umat Manusia Sedikit

Sejak peradaban umat manusia berhasil menciptakan kapal laut yang bisa dipakai berlayar antar benua, Ekonomi global dan perdagangan internasional mulai terjadi. Sejak saat itu, ekonomi semua negara di dunia ini saling terkait erat satu sama lain.

Beberapa bangsa Eropa berlayar dan mendarat di benua Amerika, dan sekarang mereka menjadi bangsa dan negara Amerika Serikat setelah beberapa generasi.

Beberapa bangsa Eropa lainnya berlayar dan mendarat di Indonesia ( pada saat itu Negara Indonesia belum ada ), dan melakukan perdagangan dengan kerajaan — kerajaan yang ada di Indonesia.

Bangsa Eropa juga ada yang berlayar dan mendarat di daratan Cina. Pada masa itu negeri Cina masih dikuasai beberapa kerajaan kuno Cina. Perdagangan internasional pun juga terjadi antara bangsa Eropa dan Cina.

Tidak Mungkin Bisa Ada Satu Negara Di Dunia Ini Yang Mampu Mandiri Tanpa Negara Lain

Contoh pertama adalah negara Amerika Serikat. Amerika Serikat adalah negara yang skala ekonominya terbesar di dunia saat ini. Dengan berbagai faktor istimewa yang hanya dimiliki bangsa dan negara Amerika Serikat, faktanya Amerika Serikat juga masih melakukan impor berbagai jenis produk dari negara — negara lain.

Contoh lain adalah negara Swiss. Negara Swiss adalah negara yang kaya dan tingkat penghasilan rata — rata penduduknya juga tinggi. Namun Swiss memiliki beberapa faktor yang membuatnya juga harus mengimpor berbagai jenis produk dari negara — negara lain.

Bahkan negara Republik Rakyat Cina yang saat ini sudah menjadi pusat manufaktur dunia dan sudah mampu memproduksi hampir semua produk yang dibutuhkan umat manusia di seluruh dunia, juga masih harus melakukan impor berbagai jenis produk dari negara — negara lain.

Bagaimana dengan Indonesia ?

Ini Hanya Segelintir Saja Dari Beberapa Produk Prancis Yang Akan Mempersulit Hidup Bangsa Indonesia Sendiri Kalau Diboikot

Apakah anda tahu perusahaan — perusahaan Prancis ini, Schneider Electric dan Legrand ? Produk — produk dari dua perusahaan Prancis ini saja sudah dipakai di banyak rumah dan gedung di Indonesia.

Bahkan, banyak alat meteran listrik PLN di rumah — rumah dan gedung — gedung di Indonesia yang masih memakai produk dari Schneider Electric ( lihat foto — foto di bawah ini ).

Apakah semua alat meteran listrik PLN di setiap rumah dan gedung di Indonesia mau diganti alat yang baru hanya karena masih menggunakan beberapa produk Prancis ?

Apakah semua dinding — dinding tembok di rumah — rumah dan gedung — gedung di Indonesia mau dibongkar untuk memeriksa apakah ada alat — alat listrik produk perusahaan Prancis yang digunakan ? Setiap kabel listrik yang sudah tertanam rapi di dalam dinding — dinding rumah dan gedung di Indonesia mau diperiksa ulang apakah termasuk produk perusahaan Prancis ?

Ini Yang Terjadi Pada Industri Manufaktur dan Supply-Chain nya Secara Global

Kalau semua produk fisik yang dibutuhkan bangsa Indonesia dijumlahkan, totalnya bisa beberapa ratus juta item. Contoh sederhana, lihat dan hitung saja ada berapa jenis item yang ditawarkan melalui dua website ini, Global Sources dan Alibaba.

Kita ambil contoh satu saja produk industri manufaktur, yaitu mobil. Sebuah pabrik mobil ABC di negara DEF bisa membutuhkan beberapa ratus hingga ribuan suku cadang dari puluhan negara lain. Ini baru di level suku cadang.

Setiap suku cadang tentunya membutuhkan bahan — bahan baku yang berasal dari perusahaan — perusahaan tambang mineral dan logam, industri kimia, dan lain sebagainya. Jadi, setiap satu suku cadang mobil dari total ratusan atau ribuan suku cadang yang diperlukan untuk merakit 1 unit mobil sampai jadi, juga membutuhkan beberapa bahan baku dari beberapa negara lain.

Seandainya ada beberapa jenis suku cadang dari perusahaan — perusahaan Prancis pada sebuah mobil produksi perusahaan Jepang, apakah mobil Jepang itu juga akan diboikot oleh bangsa Indonesia ?

Seandainya di level suku cadang siap pakai sebuah mobil produksi Jerman tidak ada produk perusahaan Prancis. Namun ternyata, di level bahan baku beberapa suku cadangnya ada yang berasal dari perusahaan — perusahaan Prancis, apakah mobil Jerman itu juga akan diboikot oleh bangsa Indonesia ?

Bagaimana juga seandainya beberapa perusahaan Prancis ternyata membeli bahan baku dari perusahaan — perusahaan Indonesia, lalu produk — produk beberapa perusahaan Prancis itu diboikot oleh Bangsa Indonesia, dampaknya pendapatan beberapa perusahaan Prancis itu tentu akan menurun, lalu akhirnya beberapa perusahaan Prancis itu mengurangi pembelian bahan baku dari perusahaan — perusahaan Indonesia. Bukankah ini sama seperti bunuh diri ? Yang lebih parah nantinya adalah, ternyata mayoritas karyawan dari perusahaan — perusahaan Indonesia tersebut beragama Islam, lalu mereka mengalami PHK karena perusahaan — perusahaan Indonesia tempat mereka bekerja sudah tidak sanggup lagi membayar gaji mereka.

Pada beberapa jenis produk manufaktur lainnya, kedalaman level supply-chain nya bisa sampai 5 level. Misalnya, ( level 1 ) perusahaan manufaktur Malaysia ABC membeli bahan baku dari perusahaan DEF, GHI, dan JKL. ( level 2 ) Perusahaan DEF membeli bahan baku dari MNO, PQR, dan STU. ( level 3 ) Perusahaan MNO membeli bahan baku dari perusahaan VWX, YZ, dan AAA. ( level 4 ) Perusahaan VWX membeli bahan baku dari perusahaan BBB, CCC, dan DDD. ( level 5 ) Perusahaan BBB membeli bahan baku dari perusahaan EEE, FFF, dan GGG. Nah, ternyata perusahaan GGG adalah Perusahaan Prancis. Apakah semua produk fisik yang dibutuhkan bangsa Indonesia mau diteliti sampai ke level supply-chain terdalamnya seperti itu, mengandung produk dari perusahaan Prancis atau tidak, untuk kemudian diboikot oleh bangsa Indonesia ? Membutuhkan berapa banyak Sumber Daya Manusia, waktu, dan uang untuk meneliti sedalam itu untuk semua produk asing yang diimpor masuk ke Indonesia ?

Arus Modal Finansial Global dan Bursa Saham di Seluruh Dunia Tidak Mengenal Nasionalisme

Banyak perusahaan besar Prancis yang sudah menjadi perusahaan publik di Bursa Saham, sama seperti di Indonesia dan negara — negara lain.

Para investor saham di bursa saham Prancis juga berasal dari banyak negara. Jadi sebenarnya sudah sulit sekali sebuah perusahaan publik besar itu dikatakan milik bangsa Prancis, hanya karena perusahaan itu kantor pusatnya di Prancis dan sahamnya tercatat di bursa saham Prancis.

Bagaimana kalau ternyata banyak orang — orang kaya Islam dari negara — negara timur tengah yang mempunyai banyak saham di perusahaan — perusahaan besar Prancis ? Apakah perusahaan — perusahaan besar Prancis itu masih dikatakan milik Bangsa Prancis kalau ternyata sahamnya banyak dimiliki oleh orang — orang kaya Islam dari negara — negara timur tengah ? Bukankah memboikot perusahaan — perusahaan besar Prancis itu sama saja dengan memboikot sesama orang Islam sendiri ?

Contoh lain, seandainya ada X% orang Islam di dunia ini menjadi nasabah perusahaan asuransi ABC dari negara DEF. Semua perusahaan asuransi pasti menginvestasikan dana para nasabahnya ke perusahaan — perusahaan manajemen investasi ( Fund Management Companies ). Perusahaan asuransi ABC tersebut menginvestasikan dana para nasabahnya beberapa persen ke perusahaan manajemen investasi GHI di negara JKL. Perusahaan manajemen investasi GHI lalu menginvestasikan dana yang dikelolanya ke saham beberapa perusahaan dan salah satunya perusahaan besar Prancis MNO. Kalau bangsa Indonesia memboikot perusahaan Prancis MNO, sama saja pada akhirnya bangsa Indonesia juga memboikot X% orang Islam yang menjadi nasabah perusahaan asuransi ABC, karena mereka sebenarnya ikut menjadi pemilik saham di perusahaan Prancis MNO itu secara tidak langsung.

Sebuah perusahaan Prancis, walaupun secara hukum didirikan di Prancis dan berkantor pusat di Prancis, bisa saja secara langsung maupun tidak langsung X% sahamnya milik orang — orang Islam sendiri dari seluruh dunia.

Negara Prancis Adalah Anggota Uni Eropa dan Uni Eropa Pasti Lebih Membela Prancis Daripada Indonesia

Apakah hal ini sudah dipikirkan juga ?

Kalau gerakan memboikot produk — produk Prancis oleh bangsa Indonesia kemudian dibalas oleh Uni Eropa dengan memboikot semua produk dari Indonesia, siapa yang lebih dirugikan, Indonesia atau Uni Eropa ?

Akhir Kata…

Semoga banyak orang Indonesia, terutama yang memiliki hobi mendukung gerakan memboikot produk — produk perusahaan atau negara asing, menjadi terbebaskan dari belenggu — belenggu dalam pikirannya setelah membaca artikel ini.

Artikel ini ditulis oleh Roby Widjaja,

Yang adalah Seorang Pemikir dan Sastrawan Jalanan,

Yang belajar ilmu Filsafat dan Seni Sastra secara otodidak dari berbagai sumber dan cara.

Spesialis dan Pembuat Strategi Pemasaran Digital, Pengembang situs web dan aplikasi berbasis web, Pengembang Aplikasi Ponsel Cerdas, Spesialis Optimasi Mesin Pencarian, Spesialis Manajemen Iklan Digital, Spesialis Manajemen Akun Media Sosial, Kreator Konten Digital, Seniman Digital, Penulis Lepas Mandiri, Desainer Grafis, Videografer dan Editor Video, Kreator Animasi 2D/3D, Pengembang Perangkat Lunak Komputer, Ilmuwan, Pemikir, dan Wirausahawan.

Pemilik 100% Saham, Pendiri, dan Direktur Utama dari iMarketology dan Arts-of-Life. Baik iMarketology maupun Arts-of-Life belum dibuat badan hukumnya secara legal dimanapun juga di dunia ini.

Social Media: Instagram | Twitter | Facebook | Facebook Page | Linkedin

Wattpad | Professor JavaScript | Profesor Robium

--

--

Roby Widjaja

An Independent Writer. A Thinker. 100% Shareowner, Founder, and CEO of www.imarketology.net and www.arts-of-life.com ( It’s still in development phase ).